Asmaul Husna
Ha Ana Dza
التصنيف
- About Islam (2)
- Al-Qur'an dan Al-Hadits (3)
- Bahtsul Masail (1)
- Fiqh Mawaris (1)
- Fiqih Ibadah (3)
- Keluarga Rosulullah (2)
- Perpustakaanku (3)
- Qisshoh (1)
- Renungan Perjalanan (7)
- Ukhuwah Islamiah (3)
- Ushul Fiqh (2)
Followers
Diberdayakan oleh Blogger.
My Calender
Senin, 12 November 2012
Posisi
Dan Fungsi al-Hadits Terhadap al-Qur’an
Posisi al-Hadits adalah
sebagai sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an. Dengan demikian
masalah-masalah yang sudah ada dalilnya di dalam al-Qur’an, maka al-Hadits
tidak dibutuhkan untuk menjelaskan akan tetapi apabila di dalam al-Qur’an belum
ada penjelasan atau kurang dimengerti penjelasannya dan ayat tersebut masih
bersifat umum, maka fungsi al-Hadits disini adalah untuk menjelaskan atau
menguatkan masalah-masalah yang kurang jelas di dalam nash al-Qur’an tersebut.
Berikut ini sdalah fungsi
al-Hadits sebagi sumber hukum yang kedua setelah al-Qur’an, diantaranya adalah
:
1. Bayan Taqrir
Bayan taqrir adalah posisi al-Hadits sebagai
penguat (taqrir) hukum yang telah ditetapkan di dalam al-Qur’an. Seperti larangan
berdusta, Allah SWT. Berfirman :
فا جتنبوا الرجس من
الأوثن واجتنبوا قول الزور
Maka
jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta (QS Al-Hajj : 30)
Kemudian Rosulullah SAW dalam sabdanya
menguatkan ketetapan hukum yang termaktub dalam firman Allah tersebut. Beliau
bersabda :
عن عبد الرحمن بن ابى
بكرة عن ابيه رضي الله عنه قال : قال النبي ص م : الآ انبئكم بأكبر الكبائر ثلاثا
قالوا بلى يا رسول الله, قال الشراك با الله و عقوق الوالدين و جلس وكان متكئا
فقال الآ وقول الزور (روه البخرى)
Dari
Abdurrohman Bin Abi Bakroh dari ayahnya ra. Dia berkata : Nabi SAW Bersabda :
“maukah kalian aku beritahu tentang dosa-dosa yang paling besar?” (Rosulullah
mengulanginya sampai tiga kali). Para sahabat menjawab
: “mau wahai Rosulullah”. Rosulullah SAW bersabda :”menyekutukan Allah dan
durhaka kepada dua orang tuanya, saat itu Rosulullah sedang bersandar lalu
beliau bersabda : “awas, jauhilah perkataan dusta” (HR. al-Bukhori)
2. Bayan Tafsir
Bayan
tafsir adalah posisi al-Hadits sebagai penjelas terhadap ayat al-Qur’an yang
masih bersifat global. Pada umumnya, fungsi inilah yang banyak dipakai dalam
menjelaskan kandungan ayat al-Qur’an. Ada tiga macam dalam memberikan penjelasan
terhadap al-Qur’an, yaitu sebagai berikut :
a. Tafsir al-Mujmal
Dalam
posisinya, yaitu hadits memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat
al-Qur’an yang masih bersifat global (tafsir al-Mujmal = memperinci yang
global), baik menyengkut masalah ibadah maupun hukum. Jadi, disini al-Hadits
berfungsi sebagai penjelas ulang ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum.
Misalnya perintah sholat dalam al-Qur’an yang tanpa disertai petunjuk bagaimana
cara untuk mendirikan sholat, berapa rakaat dalam sehari, kapan harus
dilaksanakan, rukun dan syaratnya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, bisa
dicontohkan dengan salah satu al-Hadits Nabi, misalnya saja yang disebutkan
dalam sabdanya :
صلوا كما رأيتمونى
أصلي
Sholatlah
sebagaimana engkau melihat aku sholat (HR. Al-Bukhori)
b. Takhshihsh al-‘Amm
Disini
al-Hadits berfungsi sebagai mengkhusukan ayat-ayat al-Qur’an yang umum.
Misalanya saja ayat yang menerangkan tentang waris :
يو صيكم الله في
أولدكم صلى للذكر مثل حظ الأنثيين
Allah
mensyariatkan bagimu tentang (bagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bagian
seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan (QS. An-Nisa’ :
11)
Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian
harta terhadap para ahli waris, baik anak lelaki, perempuan dan lain
sebagainya. Ayat di atas masih bersifat umum, kemudian dikhusukan dengan hadits
Nabi yang melarang mewarisi harta peningglan para Nabi, berlainan agama, dan
pembunuh. Yaitu sebagaimana dalam sabda-Nya :
لا يرث القاتل
Pembunuh
tidak dapat mewarisi harta pusaka. (HR. At-Tirmidzi)
c. Taqyid al-Muthlaq
Yaitu
fungsi hadits yang membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Dalam artian bahwa
keterangan yang ada dalam al-Qur’an yang bersifat mutlak, kemudian ditakhsish
dengan keterangan al-Hadits yang khusus. Misalnya saja yang tercantum dalam
firman Allah dalam surah al-Maidah (5):38
Artinya: “ laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka
kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Ayat di atas menjelaskan tentang hukum
kishas, yaitu pemotongan tangan bagi pencuri tanpa adanya penjelasan yang lebih
lanjut batas tangan yang harus dipotong. Kemudian pembatasan itu baru diketahui
dan dijelaskan ketika ada seorang pencuri yang datang ke hadapan Nabi, kemudian
diputuskan hukuman dengan memotong tangan yaitu dipotong bagian pergelangan
tangan.
3. Bayan Naskhi
Yaitu
fungsi al-Hadits untuk menghapus (nasakh) hukum yang diterangkan dalam
al-Qur’an. Misalnya kewajiban wasiat yang diterangkan dalam surah al-Baqarah
(2): 180
Artinya:
diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)
maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan
karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa.
4. Bayan Tasyri’
Yaitu fungsi hadits
sebagai penetapan hukum yang baru yang belum ada dalam al-Qur’an. Contoh
tentang larangan memadu istri dengan saudaranya. Firman Allah SWT dalam surah al-An Nisa’ ayat 23, dalam ayat
tersebut hanya dijelaskan larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan
saudara perempuan si istri. Sedangkan dalam hadits Nabi juga dijelaskan yaitu
larangan seorang seorang suami memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak
ibu maupun dari pihak ayah. Sebagaimana dalam sabda Rosulullah :
لا تنكح المرأة على
عمتها ولا خالتها ولا ابنة أختها ولا ابنته أخيها
Seorang
wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan
dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan
istri). (HR. Muslim)
Semua ulama sepakat dan
mengakui adanya hubungan bayan sunnah terhadap al-Qur’an. Lebih jelasnya bahwa
antara al-Qur’an dan as-Sunnah tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Hal itu dikarenakan keduanya sama-sama wahyu yang datang dari Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW yang bertujuan untuk disampaikan kepada ummatnya.
Hanya psoses penyampaian dan periwayatannya yang berbeda.
- Dalil-Dalil Kehujahan As-Sunnah
1. Al-Qur’an al-Karim
Banyak
yang mewajibkan kaum muslimin agar menta’ati Rosulullah saw. Dan menjadikan
ketaatan padanya sama seperti ketaatan pada Allah. Diantara ayat-ayat tersebut
:
Artinya: karena itu berimanlah kepada Allah dan
rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang
besar.{Qs.Ali Imran:179}
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. {Qs.An-Nisaa’:136}
Artinya: dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk
ditaati dengan seizin Allah. {Qs.An-Nisaa’:64}
Artinya: Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".{Qs.Ali
Imran:32}
Artinya: apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah.
dan apa yang
dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. {Qs.Al-Hasyr:7}
- Sunnah Nabawiyah
Banyak hadits yang menunjukkan akan wajibnya
mengikuti sunnah sebagai sumber hukum Islam untuk menetapkan hukum-hukum.
Diantara Hadits-Hadits tersebut :
تركت فيكم أمرين لن
تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنتي
Aku
tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang
teguh kepada keduanya yaitu kitab Allah dan sunnahku (HR. al-Hakim dan
Malik)
Label:
Al-Qur'an dan Al-Hadits
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.