Asmaul Husna
Ha Ana Dza
التصنيف
- About Islam (2)
- Al-Qur'an dan Al-Hadits (3)
- Bahtsul Masail (1)
- Fiqh Mawaris (1)
- Fiqih Ibadah (3)
- Keluarga Rosulullah (2)
- Perpustakaanku (3)
- Qisshoh (1)
- Renungan Perjalanan (7)
- Ukhuwah Islamiah (3)
- Ushul Fiqh (2)
Blog Archive
Followers
Diberdayakan oleh Blogger.
My Calender
Rabu, 24 April 2013
FIQH MAWARIS
Ilmu
mawaris disebut juga sebagai ilmu faro’id yaitu ilmu yang mempelajari tentang
ketentuan-ketentuan pembagian harta peninggalan bagi ahli waris menurut
ketentuan yang berlaku. Adapun tujuan dari ilmu mawaris adalah :
a. untuk menghindari terjadinya keributan
dalam keluarga akibat harta warisan.
b. untuk menghindari memakan harta yang
bathil
c. agar diketahui secara jelas siapa yang
berhak menerima harta warisan dan berapa masing-masing bagiannya.
d. untuk mewujudkan keadilan dalam
pembagian harta warisan,
Ilmu
mawaris sangat penting untuk dipelajari, dipahami sekaligus dipraktekkan,
terutama bagi masyarakat muslim sendiri. Akan tetapi kenyataannya, baik di
lingkungan kita sendiri banyak yang praktek pembagian mawarisnya tidak
berlandaskan kepada aturan hukum yang berlaku, sehingga banyak perselisihan
yang terjadi akibat harta peninggalan dan bahkan sampai menimbulkan
pertengkaran. Rosulullah Saw. sangat menekankan untuk mempelajari ilmu ini,
beliau bersabda :
“Dari Abu Huroiroh ra, bahwa Rosulullah bersabda :Hai
Abu Huroiroh pelajarilah faro’id dan ajarkanlah kepada orang lain, karena
masalah itu adalah separuh ilmu, dan dia mudah dilupakan orang serta dia adalah
suatu ilmu yang akan dicabut pertama kali dari ummatku (HR. Ibnu Majah
dari Daruquthni).
Ketentuan-ketentuan
tentang ilmu mawaris yang berkaitan dengan pembagian harta warisan secara
terperinci terdapat dalam al-Qur’an, terutama surat An-Nisa’ ayat 7,11,12 dan ayat 176. dan
dari Rosulullah juga bersabda:
“Dari Ibnu Abbas ra. Berkata bahwa Rosulullah Saw.
Bersabda :bagilah harta pusaka (warisan) antara ahli-ahli waris menurut kitab
Allah (HR. Muslim dan Abu Daud)
Sebab-Sebab
Mewarisi
Tidak
semua orang dapat waris mewarisi terhadap yang lain, di dalam Islam sudah
diatur, seseorang dengan orang lain dapat waris mewarisi dengan sebab-sebab
tertentu yaitu:
a. karena hubungan keluarga (nasab hakiki)
1. ashabul furudh nasabiyah yaitu yang
mempunyai hubungan pertalian darah atau nasab mendapatkan bagian tertentu.
2. ashobah nasabiyah yaitu mempunyai hubungan
darah berhak menerima bagian sisa dari ashabul furudh.
3. dzawil arham yaitu kerabat yang agak
jauh nasabnya, berhak mendapatkan warisan bila ahli waris yang dekat tidak ada.
b. karena hubungan perkawinan
(persemendaan)
hubungan perkawinan yang sah, selama belum cerai, maka
hal itu menyebabkan adanya saling waris mewarisi antara suami dan istri.
c. karena hubungan agama
orang Islam yang meninggal dunia dan tidak mempunyai
ahli waris siapapun, maka hartanya diserahkan ke ‘baitul mal’ untuk kepentingan
ummat Islam.
Dalam pembagian waris, tidak semua orang yang
mempunyai nasab dan persemendaan pasti mendapatkan bagian, sebab mungkin akan
terhalang oleh orang yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal
dunia. Adapun orang-orang yang sama sekali tidak bisa gugur dalam pembagian
warisan yaitu suami, istri, anak kandung laki-laki atau perempuan, ayah dan
ibu.
Furudhul
Muqoddaroh
Furudhul
muqoddaroh adalah ahli waris yang bagian-bagiannya sudah ditentukan di dalam
al-Qur’an. Furudhul muqoddaroh ada 6 yaitu : 2/3, 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, dan 1/8.
a. ahli waris yang mendapatkan 2/3 yaitu :
1. dua orang anak perempuan atau lebih,
apabila tidak ada anak laki-laki.
2.
dua
orang cucu perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada ahli waris.
3. dua orang atau lebih saudara perempuan
sekandung.
4. dua orang atau lebih saudara perempuan
seayah
b. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/2
yaitu:
1. anak perempuan tunggal
2. cucu perempuan tunggal
3. saudara perempuan kandung tunggal
4. saudara perempuan seayah tunggal
5. suami, apabila istri yang meninggal
tidak mempunyai anak dan cucu
c. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/3
yaitu:
1. ibu, apabila yang meninggal tidak
mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan dua orang saudara atau lebih,
baik dari laki-laki atau perempuan, baik saudara sekandung, seayah dan seibu.
2. dua orang atau lebih, saudara seibu baik
laki-laki atau perempuan apabila tidak ada anak laki-lak atau perempuan, cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki, bapak dan kakek dari bapak.
d. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/4 yaitu:
1. suami, apabila istri yang meninggal
dunia itu mempunya ahli waris laki-lak atau perempuan, cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki.
2.
istri
atau beberapa istri apabila tidak ada anak laki-laki atau perempuan dan cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
e. ahli waris yang mendapatkan 1/6 yaitu:
1. bapak, apabila yang meninggal dunia itu
mempunyai ahli waris anak laki-laki atau perempuan dan cucu laki-laki dan anak
perempuan dari anak laki-laki.
2. ibu, apabila yang meninggal itu
mempunyai ahli waris anak laki-laki atau perempuan dan cucu laki-laki dan
perempuan dari anak laki-laki.
3. nenek, baik pihak ibu atau bapak apabila
tidak ada ahli waris ibu atau bapak.
4. cucu perempuan dari anak laki-laki
apabila tidak ada ahli waris yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
lak-laki, anak perempuan lebih dari satu.
5. saudara perempuan sebapak, jika bersama
seorang saudara perempuan sekandung dan tidak ada anak laki-laki atau
perempuan, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan saudara laki-laki sekandung dan
sebapak.
6. saudara seibu baik laki-laki atau
perempuan apabila tidak ada anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki, bapak dan kakek dari pihak bapak.
f. ahli waris yang mendapatkan bagian 1/8
yaitu:
1. istri (seorang atau lebih) apabila ada
ahli waris anak laki-laki atau perempuan dan cucu laki-laki dan perempuan dari anak laki-laki.
Contoh
Pembahasan
Seseorang
wafat dengan meninggalkan :
- istri
- ayah
- ibu
seseorang wafat, ia
meninggalkan harta seharga Rp. 4.000.000,-, maka kita ambilkan dulu bagian
istri, yaitu 1/4 x harta = 1/4 x 4.000.000,- = 1.000.000,-, sisanya ialah
3.000.000,-, maka sepertiga dari sisa harta yakni 1.000.000 diberikan untuk ibu
dan yang 2.000.000,- diberikan untuk ayah. Dapat disimpulkan bahwa bagian ayah
2x bagian ibu.
Hijab
Hijab
adalah penutup atau penghalang. Yang dimaksud di sini adalah penghapusan hak
waris seseorang, baik penghapusan secara seluruhnya atau hanya pengurangan
bagiannya disebabkan adanya ahli waris yang lebih dekat dengan mayit.
Jijab
ada dua macam yaitu :
- Hijab Nuqshon : penghalang yang dapat mengurangi bagian yang seharusnya diterima oleh ahli waris.
- Hijab Hirman : penghalang yang menyebabkan ahli waris tidak mendapatkan warisan sama sekali karena ada ahli waris yang lebih dekat pertalian kerabatnya.
Adapula
ahli waris yang tidak bisa terhijab oleh ahli waris yang lainnya, yaitu anak
laki-laki dan anak perempuan.
Uraian
ahli waris yang dapat hijab adalah sebagai berikut :
- ahli waris yang bisa terhijab nuqshan :
- ibu, terhijab oleh anak, cucu dan dua orang saudara atau lebih
- bapak, terhijab oleh anak atau cucu
- suami atau istri, terhijab oleh anak atau cucu
- ahli waris yang bisa terhijab hirman :
a. cucu laki-laki, terhijab oleh: anak
laki-laki
b. kakek dari bapak, terhijab oleh: bapak
c. saudara laki-laki kandung, terhijab
oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
d. saudara laki-laki sebapak, terhijab oleh
:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. saudara laki-laki kandung
5. saudara perempuan kandung bersama dengan
anak/cucu perempuan
e. saudara laki-laki seibu, terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. anak perempuan
3. cucu laki-laki dari anak laki-laki
4. cucu perempuan dari anak laki-laki
5. bapak
6. kakek dari pihak bapak.
f. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki kandung, terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. kakek dari pihak bapak
5. saudara laki-laki kandung
6. saudara laki-laki sebapak
7. saudara perempuan kandung atau sebapak
bersama anak/cucu perempuan (dari pihak anak laki-laki)
g. keponakan laki-laki dari saudara laki-laki
sebapak, terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. kakek dari pihak bapak
5. saudara laki-laki kandung
6. saudara laki-laki sebapak
7. saudara perempuan kandung atau sebapak
bersama anak/cucu perempuan (dari pihak anak laki-laki)
8. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki kandung
h. paman kandung (saudara laki-laki kandung
bapak), terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. kakek dari pihak bapak
5. saudara laki-laki kandung
6. saudara laki-laki sebapak
7. saudara perempuan kandung atau sebapak bersama
anak/cucu perempuan (dari pihak anak laki-laki)
8. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki kandung
9. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki sebapak
i.
paman
sebapak (saudara laki-laki sebapak dengan bapak) terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. kakek dari pihak bapak
5. saudara laki-laki kandung
6. saudara laki-laki sebapak
7. saudara perempuan kandung atau sebapak
bersama anak/cucu perempuan (dari anak laki-laki)
8. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki kandung
9. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki sebapak
10. paman kandung
j.
keponakan
laki-laki paman kandung, terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. kakek dari pihak bapak
5. saudara laki-laki kandung
6. saudara laki-laki sebapak
7. saudara perempuan kandung atau sebapak
bersama anak/cucu perempuan (dari pihak laki-laki)
8. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki kandung
9. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki sebapak
10. paman kandung
11. paman sebapak
k. keponakan laki-laki paman sebapak,
terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. kakek dari pihak bapak
5. saudara laki-laki kandung
6. saudara laki-laki sebapak
7. saudara perempuan kandung atau sebapak
bersama anak/cucu perempuan (dari pihak anak lak-laki)
8. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki kandung
9. keponakan laki-laki dari saudara
laki-laki sebapak
10. paman kandung
11. paman sebapak
12. anak laki-laki paman kandung
l.
cucu
perempuan dari anak laki-laki, terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. dua anak perempuan atau lebih jika tidak
ada cucu laki-laki dari anak laki-laki
m. nenek dari pihak bapak, terhijab oleh :
bapak
n. nenek dari pihak ibu terhijab oleh: ibu
o. saudara perempuan kandung, terhijab
oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
p. saudara perempuan sebapak, terhijab
oleh:
1. anak laki-laki
2. cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. bapak
4. dua saudara kandung atau lebih, jika
tidak ada saudara laki-laki sebapak
5. seorang saudara perempuan bersama
anak/cucu perempuan (dari pihak anak laki-laki)
q. saudara perempuan seibu, terhijab oleh:
1. anak laki-laki
2. anak perempuan
3. cucu laki-laki dari anak laki-laki
4. cucu perempuan dari anak laki-laki
5. bapak
6. kakek dari pihak bapak
Sumber
Rujukan :
- Idris, Ahmad, Fiqh Syafi’i (Fiqh Islam Menurut Mazhab Syafi’i), (Jakarta : Karya Indah, 1986)
- Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010)
- Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2009)
Label:
Fiqh Mawaris
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.