Asmaul Husna
Ha Ana Dza
التصنيف
- About Islam (2)
- Al-Qur'an dan Al-Hadits (3)
- Bahtsul Masail (1)
- Fiqh Mawaris (1)
- Fiqih Ibadah (3)
- Keluarga Rosulullah (2)
- Perpustakaanku (3)
- Qisshoh (1)
- Renungan Perjalanan (7)
- Ukhuwah Islamiah (3)
- Ushul Fiqh (2)
Blog Archive
Followers
Diberdayakan oleh Blogger.
My Calender
Kamis, 04 Oktober 2012
KEBENARAN
(f4r4d1s4_051012)
Benar dan salah adalah sesuatu yang mengalir dalam
kehidupan ini. Keduanya adalah seperti benang kembar yang menjalin
sejarah umat manusia. Tapi dimanakah letak kemampuan kita untuk
membedakan benar dan salah ?. Coba aku kemukakan begini : tidak mungkin
mereka bahagia jika mereka bertindak menentang penilaian mereka yang
lebih baik. Seseorang yang tahu apa yang benar akan bertindak benar.
Sebab, untuk apa ia memilih menjadi tidak bahagia?. Lalu bagaimana
dengan pendapatmu? Dapatkah kamu menjalin kehidupan yang bahagia jika
kamu terus melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nuranimu ?.
Tapi tunggu, jangan terburu-buru menjawabnya, biarkan suara batinmu yang
menjawab pertanyaan ini, sekarang atau nanti.
Jadi, kemampuan untuk memahami yang benar dan yang salah
adalah terletak pada hati nurani. Menurutku, setiap orang dikaruniai
kemampuan ini, hati nurani itu sudah ada sejak lahir. Atau bisa juga
disebut dengan bisikan Ilahi dengan perantara malaikat. Tapi, apa yang
disuarakan oleh hati nurani dapat bervariasi dari satu orang ke orang
lain. Tidak semua orang merasa bersalah jika bertelanjang atau melakukan
tindakan yang kurang sopan di depan umum yang mungkin bersifat wajar
menurut sebagian mereka, tetapi semua sepakat bahwa menyiksa orang lain
dengan kejam bertentangan dengan hati nurani. Perlu diingat bahwa
memiliki hati nurani tidak sama dengan menggunakannya. Terkadang
seseorang bertindak tanpa mengindahkan moral, tapi kuyakin, seseorang
itu bukan berarti tidak memiliki hati nurani, ia tentu punya, tapi entah
dimana, mungkin tertutup oleh dinding yang menghalanginya dari cahaya.
Demikian pula, sebagian orang tampaknya tidak mempunyai pikiran, tapi
sebenarnya itu hanya karena mereka tidak menggunakannya. Coba amatilah
perjalanan saudara-saudara kita yang lebih suka menipu dirinya sendiri,
lebih sering pura-pura tidak tahu bahwa petunjuk Allah itu jelas, lebih
memilih untuk melakukan hal-hal tolol yang mungkin mereka sesali
sesudahnya, lebih suka membuat batin mereka tersiksa justru karena
mereka telah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan penilaian mereka
yang lebih baik.
Lalu bagaimana potensi akal terhadap kebenaran ? tentu
saja akal juga mempunyai kemampuan untuk membedakan benar dan salah.
Akal terletak di kepala, kehendak terletak di dada, dan nafsu terletak
di perut. Masing-masing memiliki nilai kebajikan dan inilah yang disebut
dengan potensi fitrah manusia. Akal mencita-citakan kebijaksanaan,
kehendak mencita-citakan keberanian dan nafsu harus dikekang agar
kesopanan tetap dapat ditegakkan.
Faktor yang berperan dalam menentukan cara berpikir
seseorang adalah pendidikan, lingkungan dan jenis pengalaman yang mereka
pilih sendiri. Ketiga faktor tersebut melahirkan wawasan dalam diri
seseorang. Wawasan yang benar akan menuntun pada tindakan yang benar.
Dan hanya orang yang bertindak benar sajalah yang dapat menjadi “orang
yang berbudi luhur”. Itulah sebabnya penting sekali untuk terus belajar.
Kita akan berhasil mencapai satu aspek kebenaran dengan
bantuan akal dan bukti dari panca indra. Akan tetapi orang mudah
tersesat jika hanya memercayai akal. Sebab, kebenaran akal bersifat
terbatas. Iman dan wahyu jelas merupakan jalan yang pasti. Oleh sebab
itu akal harus kita tundukkan pada wahyu (al-Qur’an dan al-Hadits).
Mengapa kebenaran akal bersifat terbatas ?. Akal kita
sama sekali kosong sampai kita mengalami sesuatu. Selanjutnya, kita
mulai mengamati sesuatu dari kejadian alam atau dari manusia itu sendiri
yang kita sebut sebagai pengetahuan. Ilmu pengetahuan, ia senantiasa
mengambil posisi koma, langkah-langkahnya senantiasa merupakan tahap
baru akan tahu. Itulah mengapa kebenaran akal bersifat terbatas. Dahulu,
seorang ilmuan menemukan bahwa di dunia fisik yang dapat dirusak oleh
ngengat dan karat terdiri dari unit-unit terkecil yang disebut atom.
Namun pada zaman sekarang, para ilmuan telah menemukan bahwa atom dapat
menjadi partikel elementer yang lebih kecil. Kita menyebut partikel
elementer ini proton, neutron dan elektron. Sebab memang, di dunia indra
segala sesuatu berubah dan tidak ada yang permanen. Ilmu pengetahuan
semacam ini bukan tidak dijelaskan dalam al-Qur’an, ini sudah ada dan
dijelaskan dalam surat Az-Zalzalah ayat 7-8 dengan memakai istilah
“dzarrah” dan akal telah membuktikan kebenarannya.
Sekarang, mari kita bermain dengan akal dan hati nurani
kita. Kita mencoba untuk menyeimbangkan keduanya. Agar akal sampai pada
pemikiran dan tindakan yang bijaksana dan agar hati nurani menjadi
bertambah benderang karenanya. Let’s back to nature. Mengapa hujan turun
? kita yang telah belajar di sekolah akan menjawabnya karena uap di
awan mendingin dan memadat menjadi titik-titik air hujan yang berjatuhan
ke bumi karena adanya gaya tarik bumi. Benar, tapi itu hanya akal kita
yang menjawabnya, pengetahuan semacam ini masih belum menyentuh hati
nurani kita.
Untuk menggerakkan hati nurani, kita juga harus
mempertimbangkan tujuan dari sebuah penciptaan ketika kita memikirkan
proses-proses kejadian alam dan bahkan tujuan dari penciptaan diri kita
sendiri. Kita juga harus tahu bahwa hujan turun karena ada yang
memerintahkannya untuk turun dan hujan itu mengemban amanah yaitu untuk
suatu tugas kehidupan. Tapi tujuan dari air atau padi atau jeruk itu
bukanlah untuk menjadi makanan kita, mereka tidak mempunyai kepentingan
dengan kesejahteraan kita. Kini kita membicarakan tujuan.
Dalam perjalanan mendidik diri menjadi manusia, kita
harus pandai menyeimbangkan antara kebenaran akal dan kebenaran wahyu.
Sejauh mana kita membawa akal pada masalah keagamaan. Ketika kita
berbuat kesalahan, maka ada dua kemungkinan, karena kita memang tidak
tahu bahwa itu salah dan kedua, kita tahu bahwa perbuatan itu salah akan
tetapi kita meniadakan Allah dalam diri kita dan membiarkan nafsu
meguasai diri kita. Sebab memang, sejarah manusia berisi tentang
pertempuran antara malaikat yang menjanjikan kebaikan, kedamaian dan apa
yang sesungguhnya kekal dalam hidup ini. Sedangkan setan selalu ingin
memperdaya manusia dengan menggunakan sarana hawa nafsu yang selalu
mengajak pada kesenangan yang bersifat sementara. Tapi perlu diingat
bahwa jiwa yang tersiksa adalah jiwa yang akalnya tidak berpikir pada
faidah melainkan pada kesenangan.
(f4r4d1s4_051012)
Label:
Renungan Perjalanan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.