Asmaul Husna


Followers

Diberdayakan oleh Blogger.

My Calender


Rabu, 26 September 2012


MATA’UL AL-GHURUR


            Termasuk tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan yang tidak penting bagi dirinya. (HR. At-Turmudzi dan Ibnu Majah dari hadits Abu Hurairah). Di tengah dunia yang makin sekuler, di tengah kebudayaan modern yang semakin materialistik, di tengah berbagai tantangan yang semakin menghimpit posisi kebudayaan ummat Islam, di tengah berbagai himpitan yang semakin menghimpit, kita dihujani oleh berbagai iklan yang memaksa kita menaiki kendaraan bernama “kesementaraan”. Kita beralih, kita diubah, kita digiring oleh gemerlap kesementaraan itu. Kita tidak dibiasakan untuk tergiur dan krasan duduk di atas kendaraan yang bernama “keabadian”. Allah menyediakan kekayaan yang tidak terbatas dalam daya kreatif hamba-hamba-Nya, pola-pola, cara, strategi sulap menyulap sehingga mata kita menjadi rabun untuk membedakan mana yang cahaya dan mana kegelapan. Apa yang tak wajar menjadi wajar karena kita terlalu bersifat persuasi. Apa yang buruk lama-lama menjadi terbiasa karena kebiasaan kita yang selalu memaafkan pada tempat yang salah. Makin lama makin menyesuaikan dengan berbagai kejahiliyahan. Dunia jahiliyah semakin mendarah daging sehingga semakin tak terasa kejahiliyahannya. Untuk hal ini, God knows better.


            Untuk kita yang sudah memiliki KTP, dan di KTP tersebut kita terlanjur mengidentitaskan diri sebagai makhluk Allah yang beragama Islam, maka kita sudah harus tahu bahwa kita dituntut untuk membaguskan keislaman kita. Salah satu caranya adalah dengan meninggalkan sesuatu yang tidak membawa manfaat bagi diri kita, atau bisa juga dengan meninggalkan hal-hal yang membawa mudhorot pada diri kita, atau terserah kita saja, yang paling penting dari itu semua adalah bagaimana kita bisa mempertanggungjawabkan identitas kita itu dihadapan-Nya kelak. Masing-masing dengan pahala dan dosanya sendiri-sendiri. Tapi terkadang pusing juga oleh yang disebut peradaban.


            Dalam Islam itu jelas, sesudah kita ditakdirkan menjadi insan, kita dianjurkan untuk menggapai posisi ‘abdun (hamba). ‘abdun apaan? Jelas bukan ‘abdud dunya melainkan ‘abdullah. Sesudah itu, kita dianjurkan pula untuk menggunakan kemerdekaan hidup ini untuk menempuh maqam muslim, mu’min hingga muhsin. Untuk mencapai maqam tersebut, kita harus tahu dan pandai memilah dan memilih mana yang mata’ul al-ghurur (kesenangan yang memperdayakan) yang termasuk kecenderungan nafsu dan mana yang bukan wilayahnya mata’ul al-ghurur. Baik itu dalam arti yang luas atau dalam arti yang terbatas. Baiklah, kita mulai dari yang paling dekat dengan diri kita, mulai dari keluarga, suami atau istri, jabatan, tahta, wanita, handphone dengan segala isinya, laptop dengan segala isinya hingga dunia dengan segala yang dikandung dan yang dilahirkannya. Kita harus tahu mana yang bersifat wajib untuk kita miliki, mana yang sunnah, mana yang mubah, mana yang makruh dan mana yang haram untuk kita miliki, untuk kita beli, untuk kita simpan, untuk kita publikasikan, untuk kita bicarakan, untuk kita lakukan bahkan untuk sekedar kita lintasi. Tapi sekali lagi tentang ini, God knows better. Tentu saja kita juga tahu tentang siapa diri kita kalau kita rajin nge-iqra’ diri kita sendiri. Tapi kita punya hobbi menipu diri sih, kita tak sungguh-sungguh percaya pada Allah, kita terlalu takut pada yang selain Allah. Pada akhirnya, baik disadari atau tidak kita masuk dan terjebak pada bentuk-bentuk mata’ul al-ghurur (kesenangan yang memperdayakan) dengan cara yang amat lihai, halus, sopan dan tidak kentara. Tapi tolong, amatilah perjalanan kemunafikan yang terang-terangan, yang transparan yang terjadi di sekitar kita.


            Oleh karenanya kita harus lebih berhati-hati agar kita tidak terjerembab pada bentuk-bentuk mata’ul al-ghurur, baik yang tampak atau yang tidak tampak oleh mata telanjang kita yang terbatas, baik yang ada dalam diri kita atau yang di luar dari diri kita. Ini tentu saja tak luput dari peran “iblis” yang selalu memberikan bisikan-bisikan lembut, halus dan penuh dengan kesabaran untuk memperdaya kita. Ketika iblis menolak perintah Allah untuk sujud kepada Adam, saat itu pula iblis dikutuk oleh Allah, lalu kemudian iblis berkata : “ ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan aku sesat, pasti akan aku jadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” (QS al-Hijr :39). Sebab iblis itu tidak pernah putus asa dan selalu sabar untuk menggiring makhluk yang bernama manusia, dan manusia itu adalah kita, perlahan seakan dan bahkan pasti, kita menjadi mampu untuk mensurgakan neraka, menerakakan surga, menghalalkan yang haram, mengharamkan yang halal, mewajibkan yang makruh, memakruhkan yang sunnah dan seterusnya hingga jiwa kita benar-benar terkilir. Tapi mengapa malaikat yang suci bukan buatan itu dan bahkan hanya memiliki kesucian diperintah pula oleh Allah untuk sujud kepada Adam? Kenapa manusia ditentukan oleh Allah lebih tinggi dari malaikat? Tak lain dan tak bukan adalah karena manusia diberi peluang untuk menuju puncak kapasitasnya. Nilai manusia yang kita anggap paling luhur adalah merendahkan diri, betul-betul merendahkan diri, kalau kita melakukan keburukan, kita bilang “lho, sayakan bukan malaikat”. Bila kita melakukan kelicikan dalam skala personal atau sistemik, dan itu kita sebut “manusiawi”. Seringkali bahkan kita gagal memelihara “tugas kekhalifahan kita” sebagai “’abdullah”. Kita terpeleset ke perilaku kebinatangan dan kita selalu menghibur diri “toh, saya bukan malaikat”. Padahal, kita bisa lebih tinggi derajatnya dari malaikat, padahal merendahkan diri tidaklah sama dengan tawadhu’. Solusi jitu untuk masalah ini adalah kita harus selalu merasa diawasi, bahwa Allah selalu melihat gerak gerik hamba-hamba-Nya, bahkan Allah tahu isi hati setiap hamba-hamba-Nya, dan ini merupakan tugas kesiagaan malaikat dalam mencatat.

            O….. cakrawala, kita takkan pernah kesana, hanya mengarahkan diri kesana. Betul-betul mengarahkan diri kesana. Benar-benar menggerakkan diri menuju ahsani taqwim (sebaik-baik makhluk) bukan asfala safilin (terendah dari yang terendah). Benar-benar mengendalikan diri untuk tidak terjebak pada apa yang disebut “Mata’ul al-Ghurur”. Benar-benar dan sungguh-sungguh…


اللهم اعطنى نورا وزدنى نورا واجعل لى فى قلبى نورا وفى قبرى نورا وفى سمعى نورا وفى بصرى نورا وفى شعرى وفى بشرى وفى لحمى وغظامى

"oh Allah. anugerahilah aku cahaya, tambahilah dalam hatiku cahaya, dalam kuburanku cahaya, dalam pendengaranku cahaya dan dalam penglihatanku cahaya dan dalam rambutku, dalam kulitku dan tulangku". Amin....

(F4r4d1s4_270912)


0 komentar: